Berawal dari hasil tes penelusuran minat dan bakat, Mohammad Dian Nafi’ memutuskan untuk melanjutkan belajarnya di Universitas Sebelas Maret Surakarta. Pengasuh Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Muayyad Windanini mulai kuliah di UNS pada tahun 1984. Ketika itu, hasil tes penelusuran minat dan bakat memberikan saran untuk kuliah di fakultas hukum atau fakultas ilmu sosial dan ilmu politik. Berangkat dari dua opsi itu, ia menjatuhkan pilihannya pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, tepatnya di program studi Komunikasi Massa.
Dian Nafi’ mengaku memilih program studi Komunikasi Massa untuk menyembuhkan gagapnya. Ia mengalami kesulitan membaca dan menulis Bahasa Indonesia sampai usia sembilan tahun. Ia selalu ketinggalan dibanding teman-temannya sekelas dalam hal membaca huruf Latin. Saat itu ia juga sulit berkomunikasi lisan secara teratur. Untungnya, ia sudah terbiasa membaca Al-Quran yang notabene berbahasa Arab. Hal itu membuatnya tetap percaya diri. Pilihannya untuk mempelajari Komunikasi Massa ternyata tepat, di kemudian hari Dian Nafi’ dapat berkomunikasi lancar dengan beragam orang dalam aneka forum.
Pasca lulus Madrasah Aliyah, Dian Nafi’ sudah diharuskan mandiri oleh keluarganya. Begitulah orang tuanya mendidik Dian Nafi’ bersaudara. Anak ketiga dari delapan bersaudara ini lahir tahun 1964. Ia mengikuti mentoring guru di pesantrennya. Mentornya adalah Prof. Dr. H. Ashadi, dosen Pascasarjana UNS.Untuk mencukupi kebutuhannya ia bekerja paruh waktu di percetakan. Pekerjaan ini memberinya bekal sebagai penyunting buku.Waktu itu beberapa mahasiswa juga harus bekerja untuk tetap kuliah. Kehidupan Dian Nafi’ sebagai mahasiswa tak jauh beda dengan mahasiswa sekarang. Ia bergaul dengan mahasiswa beragam latar belakang, diharuskan membaca banyak buku dan mengerjakan bermacam tugas. Ia beruntung karena dua hal, yaitu mendapatkan beasiswa Supersemar dan selalu mencari pembimbing untuk hal-hal yang penting.
Bagai mengejar ketertinggalan dalam hal bacaan, Dian Nafi’ berusaha untuk dapat menikmati banyak buku di perpustakaan kampus. Ia senang sekali mendapati kampus dengan fasilitas perpustakaan yang lengkap. Yang membuatnya lebih bergembira adalah semua perpustakaan UNS terbuka untuk semua mahasiswa lintas fakultas. Kesempatan itu dimanfaatkannya dengan baik, termasuk berkunjung ke perpustakaan di waktu liburan kuliah. Ternyata kunjungan ke perpustakaan termasuk bagian yang diperhatikan oleh pimpinan universitas. Dian Nafi’ kaget, tahun 1986 ia mendapatkan hadiah kamus karena seringnya mengunjungi perpustakaan.
Satu hal yang unik, di masa itu relasi antara mahasiswa dengan dosen sangat baik, tak jarang duduk bersama di bis kota.Bahkan ada juga dekan yang biasa berangkat ke kampus dengan naik bis kota. Kendati masanya memang berbeda, tetap saja tidak dapat dipungkiri bahwa relasi antara mahasiswa dengan dosen semestinya terjaga dengan baik.
Dian Nafi’ ikut aktif dalam kegiatan kemahasiswaan. Salah satu keaktifannya adalah masuk ke Lembaga Pers Mahasiswa (LPM). Lembaga ini kemudian menerbitkan Majalah Visi FISIP UNS dengan tag line-nya “Muara Pemikiran Kampus”.
Memaknai Hidup
Fyodor Dostoyevsky pernah berujar, “Apabila hidup sudah tak bermakna, pantaskah untuk tetap dijalani?” Sejatinya hidup adalah pemaknaan, begitu pula dengan Dian Nafi’ yang memiliki cara tersendiri dalam memakni hidup.
Lazimnya, manusia mengejar dua hal dalam kehidupan, yakni kebahagiaan dan kesuksesan.Pertanyaannya, apakah kebahagiaanadalah buah dari kesuksesan atau sebaliknya, kesuksesan itu hasil dari kebahagiaan? Menurut Dian Nafi’, “karena bahagia maka kita sukses.” Kebahagiaan itu lebih dulu daripada sukses. Di luar sana banyak orang sukses tetapi tidak berbahagia, misalnya para koruptor.
Orang yang berbahagia adalah yang berpikir bahwa hidup ini adalah untuk mencintai, untuk berbagi pengetahuan, untuk hidup secara khusyuk, untuk mensyukuri segala kemampuan, dan untuk berinovasi. Faktor kebahagiaan ada banyak sekali, yang jelas orang bisa berbahagia karena ia bisa bersyukur. Kalau manusia sudah bahagia, maka sukses mengikuti. Kemudian yang tak kalah penting, kebahagiaan harus dibagikan. Kebahagiaan yang dibagikan, justru memaksimalkannya.
Kesempatan mengunjungi negara lain dijadikan lahan untuk memanen kearifan yang tersembunyi. Misalnya ketika Dian Nafi’ berkunjung ke negara Cyprus, di sana masyarakat begitu menghargai sejarah. Artefak peninggalan sejarah lama sangat banyak. Rakyat negara itu terbiasa merawat rumahnya sendiri laksana merawat cagar budaya. Dian Nafi’ saat itu tinggal di sebuah gedung di kompleks Agia Napa Conference Centre yang dibangun sekitar Abad Ke-17. Atapnya masih berbahankan rumbia. Tebal temboknya hampir satu meter. Lubang jendelanya ada yang sangat besar ada pula yang sangat kecil.
Kemudian ia membayangkan seandainya bangsa Indonesia tidak suka membongkar bangunan, mungkin bangsa ini akan lebih arif dan bukan tidak mungkin menjadi negara adidaya. Mengapa demikian, karena rekaman pengetahuan dan rekaman kearifan tidak dihancurkan. Di Cyprus, mengganti sebuah pintu konon izinnya lebih mahal daripada membangun sebuah rumah baru.
Kendati Cyprus termasuk yang paling berkesan, setiap negara memiliki kekhasannya tersendiri. Pelajaran tentang kedisiplinan misalnya, ia dapati ketika mengunjungi negara miskin di Afrika, Zimbabwe.Di sana pengemudi mobil rela mengantri sepanjang hampir satu kilometerdemi mengisi bensin saja. Anehnya, antrian sangat tertib, satu-persatu tanpa menggerombol, dan bahkan tanpa suara klakson. Bandingkan di negara ini, baru antri sepuluh kendaraan saja sudah ramai bunyi klaksonnya.
Memaknai Almamater
Dian Nafi’ sangat bersyukur dapat belajar di Komunikasi Massa FISIP UNS. Ia berterima kasih kepada para dosen, yang tak hanya menyajikan materi kuliah belaka, namun juga membuka cakrawala. Selain fokus kepada disiplin ilmu yang diampu, para dosen itu ternyata juga memiliki minat pribadi yang berbeda-beda. Ada yang berminat di bidang pada penulisan, musik, teater, puisi, fotografi, dan sebagainya. Tanpa terasa para dosen menyelipkan kalimat-kalimat inspiratif saat menyampaikan kuliah atau menjawab pertanyaan mahasiswa sesuai penghayatannya pada bidang minat masing-masing. Dian Nafi’jadi belajar lebih banyak perihal makna.
Konsep kebahagiaan mendahului kesuksesan juga didapatkannya dari dosennya yang juga pemusik, yaitu Drs. Suparnadi (Almarhum). Konsep itu menambahkan wawasan baginya sebagai anak muda yang masuk pesantren penuh sejak usia delapan tahun. Latar belakangnya sebagai lulusan pesantren tidak membuatnya senjang dari mahasiswa yang lain. Ia beranggapan bahwa lulusan pesantren pun boleh kuliah di program studi selain agama. Tujuannya jelas, supaya wawasan semakin luas. Menurutnya, orang pesantren harus memupuk kecakapan dirinya dengan aneka kajian sosial, politik, sejarah dan budaya. Rupanya itu pula yang dijalani oleh Dian Nafi’. Ia terlihat sangat menikmati masa-masa berproses di perkuliahan, berbagi pengetahuan, berorganisasi, dan berkarya. Ia menikmati betul. Karenanya, ia masih ingat banyak detail kampus dan proses belajar di dalamnya.
Dian Nafi’ berusaha masuk ke dalam apresiasi yang lengkap. Saat berbincang-bincang dengannya, tampak sekali ia berusaha menafsirkan, menghargai, kemudian menikmati.Menurutnya, setiap peristiwa adalah tanda, setiap manusia harus menerjemahkannya secara tepat. Namun tanda itu tak memberi masukan, bila pintu benak masih tertutup, maka perlu kunci pembuka, yakni “penghargaan”. Menghargai saja tidak cukup. Supaya dapat dicerna sempurna, maka nikmatilah. Begitulah Dian Nafi’ menggambarkan kesannya tentang kuliah di kampusnya.
Apresiasi Dian Nafi’ terhadap almamaternya̶UNS̶ diejawantahkan ke dalam beberapa karya. Ia rajin menulis kolom di Harian Umum Solopos sejak 1999 sampai sekarang. Ia dipercaya menjabat Direktur Utama PT. Radio Gema Suara Makmur. Ditulisnya beberapa buku tentang agama, perdamaian, dan pendidikan. Sampai sekarang ia juga ikut aktif menjadi penyelenggara dari 5 Madrasah Diniyah, satu Madrasah Aliyah, dua pondok pesantren, satu Sekolah Menengah Pertama, dua Sekolah Menengah Kejuruan, dan dua Raudhatul Athfal (Taman Kanak-kanak Islam). Total, ada 13 satuan pendidikan yang Dian Nafi’ ikut menjadi penyelenggaranya. Bagaimana ia mengelola kesibukan itu? “Di situlah berharganya hasil kuliah di UNS kalau dapat dinikmati,” katanya.
Pegiat perdamaian yang pengasuh pesantren ini menganggap UNS sudah layak menjadi research university. Menurut Dian Nafi’, riset itu sangat penting. “Tidak hanya bagi mutu kelembagaan UNS, melainkan juga sebagai bentuk rasa syukur semua sivitas akademika atas karunia ilahi yang telah memberikan kepada manusia lapis-lapis akal yang sangat berharga,” jelasnya.
Kemudian Dian Nafi membeberkan lapis-lapis akal itu. Ia mengutip karya Ibnu Khaldun (wafat 1406 M), Muqaddimah, bahwa manusia dianugerahi empat lapis akal. Akal ta’limimemudahkan manusia menangkap pengetahuan, akal tamyizi memampukan manusia memilah yang baik dan buruk, akal tajribi memungkinkan manusia mengaplikasikan pengetahuan terbaik bagi kehidupannya, dan akal nadharimenjadikan manusia memiliki kecakapan khas mereproduksi pengetahuan sehingga dapat membangun peradaban. “Keempat akal ini akan optimal bermanfaat jika seseorang melakukan penelitian,” tandasnya.
Dian Nafi’ juga mengingatkan bahwa UNS didirikan melalui perjuangan panjang untuk mengisi kemerdekaan NKRI. Terinspirasi oleh kenyataan itu, Dian Nafi’ mengaku sadar untuk menggeluti bidang perdamaian. “Perdamaian itu termasuk amanat konstitusi, ada tercantum di dalam Mukaddimah Undang-undang Dasar 1945,” jelasnya. Dari bangku kuliah ia semakin paham, bahwa negara-negara bekas jajahan selalu rentan terjebak ke dalam konflik horisontal. Di situlah pentingnya bidang perdamaian ditekuni.
Kemudian yang tak kalah penting, semuanya harus dijalani dengan rasa bahagia.Semuanya harus dinikmati. Manusia yang bahagia, yang bisa menikmati kehidupan, adalah manusia yang dekat dengan kesuksesan. Dengan menikmati, manusia memaknai. Setelah memaknai, manusia mendapatkan nilai tambah bagi kemanusiaannya. Itu mendorong manusia untuk berbagi. Semua itu diawali dengan langkah yang sangat sederhana, menikmati. (Udji)
Drs. H.M. Dian Nafi’, M.Pd.
Lahir : Sragen, 4 April 1964
Agama : Islam
Pekerjaan : Guru
Jabatan : Pengasuh Pesantren
Instansi : Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Muayyad Windan
Alamat Kantor : Windan No. 12, Makamhaji RT 02/RW 08, Kartasura, Sukoharjo 57161
Telepon : 0271-726288
Isteri : Hj. Murtafiah Mubarokah, S.Pd.I.
Pekerjaan Isteri : Guru
Alamat Rumah : Windan, Makamhaji RT 02/RW 06, Kartasura, Sukoharjo 57161
E-Mail : mdn4fi@yahoo.com
Handphone : 0811264929
A. Pendidikan Formal
1. SD : Sekolah Dasar Negeri 94 Premulung Surakarta, lulus 1976.
2. SMP : Al-Muayyad Surakarta, lulus 1980.
3. MA : Al-Muayyad Surakarta, lulus 1983.
4. S-1 : Ilmu Komunikasi FISIP UNS Surakarta, lulus 1992.
5. S-2 : Pendidikan Sejarah UNJ Jakarta KPK UNS Surakarta, lulus 2003.
B. Pendidikan Non-Formal/Kursus
1. Pondok Pesantren Al-Muayyad, Surakarta, 1972-1986.
2. Pendidikan Kader Ulama Majelis Ulama Indonesia (PKU MUI) di Jakarta, Angkatan Ketujuh, 1997-1998.
3. Conflict Transformation Worskshop, Pusat Studi dan Pengembangan Perdamaian (PSPP) UKDW Yogyakarta, 1999.
4. Conflict Transformation Training for Trainer, Pusat Studi dan Pengembangan Perdamaian (PSPP) UKDW Yogyakarta, 2000.
5. Advanced Training in Mediation, Pusat Studi dan Pengembangan Perdamaian (PSPP) UKDW Yogyakarta, 2000.
6. Case Writing Training, Pusat Pemberdayaan Rekonsiliasi dan Perdamaian (PRPP) Jakarta, 2002.
7. Disaster Management, Outreach Office, Africa University, Mutare, Zimbabwe, 2001.
8. Indonesia Pesantren Program, Institute for Training Development, Amherst, Massachussetts, USA, 2003.
9. Summer Peacebuilding Institute, Eastern Mennonite University, Harrisonburg, Virgina, USA, 2005.
C. Riwayat Pekerjaan
1. Guru Sekolah Menengah Pertama (SMP) Al-Muayyad Surakarta, 1983-1987.
2. Guru Madrasah Aliyah Al-Muayyad (MA) Surakarta, 1987-1992.
3. Guru Madrasah Diniyah Wustha (MDW) Al-Muayyad Surakarta, 1987-1992.
4. Kepala Sekolah Menengah Atas (SMA) Al-Muayyad Surakarta, 1992-2002.
5. Pengasuh Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Muayyad Windan Makamhaji Kartasura Sukoharjo, 1996-sekarang.
6. Dosen Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Surakarta, 1998-sekarang.
7. Penulis Kolom di Harian Umum SOLOPOS, 1999-sekarang.
8. Direktur Utama PT. Radio Gema Suara Makmur (Gesma FM), 2010-sekarang.