“Awesome!” Itulah satu kata yang dapat menggambarkan betapa dahsyatnya Prof. Dr. dr. Anies, M.Kes, PKK yang kini menjabat sebagai Direktur Program Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang.
Lahir di Kudus, 22 Juli 1954, ia kemudian merantau ke Semarang untuk mewujudkan cita-citanya belajar di Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang. Lulus S1 pada tahun 1983, ia memulai karier sebagai Dokter dan pengajar di Fakultas Kedokteran UNDIP. Hingga pada tahun 1999, ketika berkeinginan untuk melanjutkan S2, pilihannya jatuh pada Program Magister Kedokteran Keluarga, Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang kemudian ia selesaikan dengan predikat cum laude. Ia tercatat sebagai angkatan pertama dan lulusan pertama pada program tersebut. Judul tesisnya adalah “Perilaku Pencarian Pengobatan bagi Anak Balita Keluarga Miskin”. Gelar Doktor diperoleh dari Universitas Negeri Jakarta, dengan predikat summa cum laude dan judul disertasi “Pengaruh Pajanan Medan Elektromagnetik Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) 500 kV terhadap Kesehatan Penduduk di Bawahnya“.
Dibalik segudang prestasi dalam kariernya sebagai Dokter dan juga Pengajar, yang menarik dari Prof Anies adalah tentang dunia jurnalisme dan kepenulisan. Dalam tulisan pertamanya saat SMP yang dimuat oleh majalah SELECTA ia mengkritik pelayanan sebuah Rumah Sakit. Sejak itu ia kemudian aktif menulis di berbagai majalah dan Koran seperti CHAS, SELECTA, KOMPAS, Sinar Harapan, Suara Merdeka dan lain-lain.
“Waktu kuliah saya bahkan sering cabut dari Kampus hanya untuk nongkrong di kantor redaksi media massa bersama teman-teman penulis dan seniman. Saya juga mengasuh Bengkel Pribadi, sebuah rubrik kesehatan dan keluarga,” kenangnya. Ia mengaku tak bisa tidur jika ide yang didapatkannya secara tiba-tiba tidak segera dituangkan dalam bentuk tulisan. Bahkan, di tengah kesibukan dan lelah yang mendera ia rela begadang hingga pagi hari untuk memastikan gagasannya selesai ditulis dan sampai ke email redaksi surat kabar lokal maupun nasional.
Selain karya dan jurnal ilmiah, ia juga telah menulis total 23 buku tentang kesehatan dan manajemen lingkungan. Diantara buku-buku tersebut antara lain adalah :
Dan karena jiwa jurnalisnya yang tak pernah padam, sudah tak terhitung lagi jumlah artikel ilmiah serta feature yang dikirimkannya ke media massa. Tema-temanya tak hanya tentang kesehatan, melainkan lintas disiplin ilmu.
“Ribuan, dik. Tak bisa saya ingat jumlahnya,” Serunya dengan bersemangat sambil mengutarakan bahwa satu-satunya alasan menulis baginya adalah kepuasan jiwa. Yang pasti, ia sangat bahagia ketika mengingat mesik ketik berwarna oren yang ia beli dari honor menulis di Majalah ANDA. “Saya puas jika gagasan saya dibaca orang banyak dan kemudian memiliki efek manfaat bagi masyarakat. Kepuasannya tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata,” lanjutnya.
Inspirasi terbesar adalah pengalaman hidup, inspirasi luar tidak lebih powerfull untuk mendorong seseorang terus berkarya.
Baginya, sukses adalah ketika seseorang berhasil mencapai apa yang dicita-citakan. “Sukses bukan hanya tentang karier. Tiap orang harus punya mimpi dan target tentang apapun : akademik, keluarga, pengabdian ke masyarakat, dan sebagainya.”
Menariknya, berbicara mengenai kegiatan khusus, ia mengaku tak punya hobi selain menulis. Ia justru bercerita bahwa walaupun sangat menggemari sate kambing, ia takut makan ikan dan ayam. Sungguh kocak!
Sadar bahwa dahulu ia tak pernah mendapat tekanan apapun dari orang tuanya untuk memilih jalan hidup yang ditempuhnya baik sebagai dokter, pengajar maupun penulis, Prof Anies pun tak pernah memaksakan kehendak kepada anak-anaknya. Dari keempat anaknya, hanya anak kedua yang tercatat telah menempuh pendidikan di Fakultas Kedokteran dan kini sedang menyelesaikan S2 pada Program Manajemen Rumah Sakit.
Dalam kariernya sekarang ini, ia merasa tidak pernah memiliki ambisi-ambisi melainkan seringkali justru amanah yang datang menghampiri. Baginya, dunia pendidikan kini sudah sangat lekat dengan dirinya, menjadi hal yang paling ia cintai.
Ia berharap UNS tidak berhenti dalam melakukan berbagai perbaikan serta terus berinovasi khususnya dalam kualitas pembelajaran, peningkatan kualitas pengajar, kiprah pengabdian masyarakat serta tentu saja sosialisasi melalui gagasan-gagasan yang dipublikasikan. Menurutnya, ikatan alumni memang harus kuat. Alumni adalah media untuk menjaring masukan-masukan yang baik sebab banyak alumni yang telah memiliki pengalaman dan ilmu pengetahuan yang lebih dalam banyak hal.
“Saya melihat UNS semakin berkembang, tapi jangan pernah cukup dengan perkembangan yang ada sekarang ini,” pesannya.