Alumni UNS Berprestasi 2015: Salah Satu Ilmuwan Paling Berpengaruh di Dunia

Drs. Thomas Sutikna, M.Hum.

“The hills ahead are never as steep as they seem and with strong passion in your heart start upward and climb until your dream comes true.”- Thomas Sutikna.

Masuk ke dalam The World’s Most Influential Scientific Minds 2014, atau tercatat dalam daftar ilmuwan paling berpengaruh di dunia oleh Thomson Reuters. Alumni Universitas Sebelas Maret (UNS) ini terus melakukan penemuan-penemuan baru, dan konsen dalam bidang Arkeologi.

Kecintaan pada Sejarah dan Budaya

Sejak duduk di bangku SMP Thomas sudah menyukai pelajaran sejarah-budaya. Saat itu pula Thomas remaja berkeinginan menjadi seorang budayawan. Bagi suami dari L.R. Retno Susanti ini, dalam pelajaran tersebut ia merasa bisa belajar mengenai sejarah kehidupan manusia, budaya dan lingkungannya – mulai dari Jaman Prasejarah hingga sekarang. Pemahaman yang baik terhadap sejarah kehidupan manusia di masa lalu dapat dijadikan bekal dalam menjalani kehidupan sekarang, dan kehidupan manusia di masa sekarang dapat dijadikan fondasi untuk menyiapkan kehidupan manusia di masa depan yang lebih baik.

Selepas SMA, Thomas mengaku hanya mendaftar di satu perguruan tinggi, yaitu UNS, dengan menjalani dua kali test, hingga diterima. “Ketika lulus SMA, saya hanya mendaftar di satu Perguruan Tinggi, yaitu Universitas Sebelas Maret Surakarta, tetapi harus menjalani dua kali test. Entah karena apa, pada tahun 1983 test masuk UNS dilakukan penyaringan dua kali, seingat saya itu hanya terjadi di tahun 1983, dan kebetulan hingga test kedua,” ingatnya.

Hasrat Thomas semakin kuat untuk mempelajari sejarah-budaya secara lebih mendalam ketika ia mulai mengikuti mata kuliah Sejarah Indonesia Kuno di Jurusan Sejarah, Fakultas Sastra, UNS. Salah satu yang sangat berkesan selama kuliah bagi Thomas adalah ilmu yang diajarkan oleh (Alm) Drs. Petrus Suwarjadi tentang Sejarah Indonesia Kuno. Dari mulai ketika meniti karir hingga saat ini ia merasa ilmu tersebut telah menjadi bekal yang sangat berharga untuk bidang yang ia tekuni kini.

Menekuni Arkeologi secara Autodidak

Menyelesaikan kuliah pada tahun 1990, Thomas kemudian merantau ke Jakarta. Setelah itu, ada alumni Sejarah UNS angkatan 82, yakni keluarga Agus HK Soetomo yang memperkenalkannya kepada (Alm) Prof. Dr. R.P. Soejono, salah seorang tokoh dan perintis arkeologi Indonesia. “Sejak 1993 saya mulai nyantri kepada Prof. Soejono untuk belajar arkeologi, sekaligus menjadi asisten beliau. Sejak itulah, berkat bimbingan beliau dan juga buku-buku beliau, saya mulai menekuni ilmu arkeologi secara autodidak,” kenangnya.

Sejak saat itu, ia mulai dilibatkan dalam kegiatan penelitian di beberapa situs arkeologi di Indonesia. Selama dua tahun Thomas terus mendalami dan mempelajari bidang ini, namun ia merasa tidak cukup jika hanya mendalami arkeologi secara autodidak saja. “Dua tahun tidaklah cukup bagi saya untuk mendalami arkeologi secara autodidak, karena ternyata tidak semudah seperti apa yang kita lihat dalam film-film Indiana Jones yang terkenal itu,” jelas Thomas sedikit berkelekar.

Pada tahun 1995, ayah dari Stefani Anindita Waraningtyas ini kemudian memutuskan untuk mengambil kuliah S2 Arkeologi di FIB Universitas Indonesia. Setelah menyelesaikan studi S2 Arkeologi, keterlibatan dalam kegiatan penelitian arkeologi di Indonesia semakin luas, baik bersama arkeolog dari dalam maupun luar Indonesia. Dari sanalah Thomas mulai terlibat secara aktif dalam kerjasama penelitian arkeologi yang bersifat interdispliner, termasuk bidang studi lain seperti geologi, geokronologi, paleontologi, paleoanthrolopogi dan sebagainya.

Arkeologi di Indonesia

Thomas memandang bahwa perkembangan arkeologi Indonesia secara umum cukup maju, baik dari segi akademis maupun praksis dalam bidang penelitian. Hal itu antara lain dapat dilihat dengan semakin banyaknya penemuan-penemuan situs baru dan benda arkeologis di seluruh pelosok tanah air. Namun, keterbatasan literature yang up to date menyebabkan perkembangan arkeologi Indonesia secara akademis agak sedikit tersendat. Demikian pula dengan keberadaan data arkeologi dan situs-situs arkeologi yang penting, belum sepenuhnya dikelola dan diberdayakan secara maksimal.

Untuk itu Thomas memiliki harapan yang besar akan terciptanya sistem informasi arkeologi nasional yang terpadu dan terintegrasi dengan baik, sehingga bisa diakses oleh semua kalangan, baik untuk masyarakat Indonesia maupun dunia. “Meskipun Indonesia dikenal kaya akan sumberdaya arkeologi yang sangat penting bagi dunia ilmu pengetahuan, namun jika tidak diberdayakan dan ditampilkan, akan tetap menjadi sebuah misteri yang tidak akan pernah dikenal dan diketahui oleh dunia luar. Karena jika tak kenal maka tak disayang,” imbuhnya

Konsen utama dari Thomas adalah bagaimana agar potensi sumberdaya arkeologi Indonesia yang begitu besar dapat dieksplorasi dan diberdayakan untuk kepentingan Bangsa Indonesia dan ilmu pengetahuan secara umum. Baginya, relik kehidupan manusia di masa lalu yang terkandung di balik bukti-bukti arkeologis merupakan sebuah misteri yang sangat menarik untuk dikaji.

Keterkaitan antara jurusan sejarah yang diambil dengan bidang Arkeologi yang digeluti sendiri terutama terletak pada fokus kajian yang memusatkan perhatian pada aspek-aspek sejarah kehidupan manusia di masa lalu. Di sisi lain, menurut Thomas ada perbedaan yang agak mencolok terletak pada sumber atau obyek yang dihadapi. Jika kajian sejarah cenderung bertumpu pada sumber tertulis atau dokumen, maka arkeologi berbasis pada budaya materi misalnya artefak ataupun ekofak. Meskipun demikian, keduanya berhadapan dengan fakta dari masa lalu yang seringkali fragmentaris, sehingga harus bertindak seperti halnya detektif, diperlukan ketelitian dan kecermatan dalam mengurai dan mengintegrasikan relik-relik dari masa lalu tersebut dalam sebuah cerita sejarah kehidupan manusia dari masa lalu.

Sejak memutuskan mendalami arkeologi, sejak itu pula, diakui bahwa sebenarnya tantangan dan kesulitan sudah menyertai, terutama ketika Thomas menyeberang lebih dalam ke zaman prasejarah yang memiliki rentang waktu ribuan hingga jutaan tahun yang lalu. Sebagian besar kondisi data arkeologis dari zaman prasejarah adalah fragmentaris dan bisa disebut bisu karena berasal dari kehidupan manusia di masa lalu yang sudah mati atau punah dan belum mengenal tulisan. Dengan demikian, seorang arkeolog dituntut untuk dapat menginterpretasikan dan mengintegrasikan data arkeologis tersebut, dan kemudian menyusun kembali puzzle dari sejarah kehidupan manusia di masa lalu.

“Penemuan manusia purba Homo floresiensis di Flores yang juga dikenal dengan julukan ‘Hobbit’ pada tahun 2003, merupakan penemuan terbesar selama saya menekuni bidang studi arkeologi. Penemuan ini berdampak sangat besar terhadap pemahaman kita mengenai sejarah awal kehidupan manusia yang ada di dunia ini,” jawab Thomas saat ditanya terkait penemuan terbesarnya.

Ia menjelaskan bahwa sebelum penemuan ini, hanya dikenal dua spesies dalam genus Homo, yaitu Homo erectus dan Homo sapiens; ternyata sekarang ada spesies lain, yaitu Homo floresiensis yang ditemukan di Indonesia bagian timur yang sebelumnya tidak pernah diperhitungkan dalam rute migrasi manusia purba karena terpisah oleh lautan. Selain itu selama lebih dari satu dekade, penemuan manusia purba Flores telah menjadi pembicaraan hangat bagi para ilmuwan dunia, sekaligus menjadi sorotan di berbagai media cetak dan elektronik

Karena penemuan yang fenomenal itu pula, di tahun 2005, Thomas bersama seluruh tim Flores mendapat kehormatan untuk berdialog langsung mengenai penemuan manusia purba Flores bersama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam acara peresmian National Geographic Indonesia yang juga dihadiri oleh Vice President National Geographic Society dari USA.

Merupakan penghargaan dari Thomson Reuters, lembaga independen yang menyoroti dan mengevaluasi berbagai aspek dalam komunitas akademik dunia. Penentuan seorang ilmuwan masuk dalam daftar Highly Cited Researchers, didasarkan atas penilaian terhadap publikasi-publikasi yang dihasilkan oleh para ilmuwan di seluruh dunia dari sekitar 21 bidang studi. Khusus untuk Highly Cited Researchers 2014, Thomson Reuters melakukan penilaian terhadap publikasi-publikasi di jurnal internasional sejak 2002 – 2012. Para ilmuwan yang masuk dalam daftar tersebut kemudian dimasukan kedalam daftar The World’s Most Influential Scientific Minds: 2014.

Secara pribadi, bagi Thomas penghargaan ini merupakan suatu kehormatan dan kebanggaan untuknya dan keluarga, dan tentu saja juga bagi arkeologi Indonesia, serta bangsa dan negara. Karena itu berarti beberapa ilmuwan dari Indonesia telah diakui dan berperan penting dalam pengembangan ilmu pengetahuan di tingkat dunia.

Pencapaian tersebut menurut Thomas juga adalah berkat kerja keras dari seluruh anggota tim penelitian arkeologi Situs Liang Bua, Flores. “Selain saya, ada tiga anggota tim penelitian arkeologi Situs Liang Bua (Flores) yang juga mendapatkan penghargaan yang sama yaitu E. Wahyu Saptomo, Jatmiko, dan Rokus Due Awe. Oleh karena itu, pencapaian ini tentu saja berkat kerja keras dari seluruh anggota tim penelitian arkeologi Situs Liang Bua, Flores, dan juga berkat dukungan dari semua pihak yang terkait dalam penelitian arkeologi. Untuk itu, atas nama tim penelitian arkeologi Situs Liang Bua, Flores, kami mengucapkan banyak terima kasih,” ujarnya.

Thomas mengharapkan apa yang telah ia hasilkan bersama timnya saat ini dapat berguna bagi kemajuan pendidikan dan ilmu pengetahun di Indonesia. Menjadi pendorong bagi generasi kemudian untuk terus berkarya dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Terlebih penting lagi yakni dapat dilanjutkan oleh generasi selanjutnya yang tentu memiliki kemampuan dan visi yang lebih baik.

Ditempa untuk belajar managerial yang baik, secara tidak langsung telah membuat mahasiswa lebih ‘tahan banting’ ketika menghadapi kehidupan nyata sehari-hari dan juga lebih sensitif terhadap humanisme. Semasa kuliah, Thomas aktif dalam beberapa organisasi kemahasiswaan, terutama di organisasi mahasiswa pecinta alam Fakultas Sastra, Sentraya Bhuana dan di BAKORLAK Emergency UNS khususnya di bidang Search and Rescue. Demikian pula dengan kegiatan-kegiatan lain yang diselenggarakan oleh Senat Mahasiswa.

“Everyone is useful in their own way,” pesannya kepada mahasiswa yang saat ini masih kuliah. Yakni bahwa jangan takut pada suatu pilihan, karena setiap pilihan akan membawa keberhasilan jika dijalani dengan penuh keteguhan dan ketekunan. Ia pun juga mencontohkan dirinya yang pada mulanya berasal dari keluarga yang sederhana dan bukan berpendidikan tinggi, tetapi kedua orang tua sangat terbuka. “Mereka mendukung sepenuhnya ketika saya memilih Jurusan Sejarah, hanya saja pesan almarhum bapak saya yang selalu diucap adalah kami anak-anaknya harus konsisten dan konsekuen dengan apa yang menjadi pilihan kami,” kisahnya.

Selain itu dalam hal perkerjaan, menurut Thomas, semua lulusan dari berbagai bidang studi memiliki kesempatan yang sama. Tapi harus mempersiapkan dengan baik kemauan dan ketekunan, karena kesempatan akan datang kapan saja dan dimana saja. Misalnya dalam pencapaian pada profesi yang hingga sekarang ditekuni, semua menjadi mengalir begitu saja karena keingin-tahuannya yang begitu besar

“Semoga Kampus UNS tetap teguh, kokoh dan konsisten mengemban tugas sebagai garda dalam membekali ilmu pengetahuan kepada putera-puteri penerus bangsa,” pungkasnya memberi harapan pada almamater. [*]

I. Identitas

Nama                              : Thomas Sutikna

Tempat/tanggal lahir  : Gunung Kidul, 16 November 1963

II. Pendidikan

  1. Sarjana Sejarah, Jurusan Sejarah, Fakultas Sastra, Universitas Sebelas Maret Surakarta, 1990.
  2. Master Humaniora (Arkeologi), Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia, Jakarta, 2000.
  3. Mahasiswa S3, Universitas Wolongong, Australia.

III. Keluarga

  1. Istri        : L.R. Retno Susanti, pengajar di FKIP Universitas Sriwijaya Palembang
  2. Anak      : Stefani Anindita Waraningtyas, Pelajar SMA Xaverius Palembang

IV. Keanggotaan dalam organisasi ilmiah

  1. Anggota Asosiasi Prehistorisi Indonesia (API), sejak 1996.
  2. Anggota Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI), sejak 1997.
  3. Anggota Indo-Pacific Prehistory Association (IPPA), sejak 2001

V. Penghargaan

Highly Cited Researcher Award 2014 dari Thomson Reuters, UK

VI. Public Lectures

  1. Guest keynote speaker pada public lecture tentang “the Other Hobbit” yang diselenggarakan di Te Papa-Museum oleh Victoria University of Wellington dan Kedutaan Besar Indonesia, New Zealand, 2012.
  2. International symposium on Homo floresiensis from Flores, Indonesia. Diselenggarakan oleh Richard Leakey dan the Turkana Basin Institute, Stony Brook University, New York, 2009.
  3. Prehistory of Indonesia: the discovery of Homo floresiensis. Public Lecture di National Museum of Nature and Science, Tokyo, Japan, 2010
  4. Dan lainnya.

VII. Aktivitas Penelitian

  1. Penelitian Arkeologi Prasejarah di Situs Liang Bua, Kabupaten Manggarai, Flores Barat, Nusa Tenggara Timur – Joint Research antara Pusat Penelitian Arkeologi Nasional dengan University of New England, Australia, 2001, 2002, 2003, 2004.
  2. Penelitian Geologi, Paleontologi dan Arkeologi di Kawasan Lembah Soa, Kabupaten Ngada, Flores Tengah, Nusa Tenggara Timur – Joint Research antara Pusat Survei Geologi, Pusat Penelitian Arkeologi Nasional dan University of Wollongong, Australia, 2011, 2012, 2013.
  3. Penelitian Arkeologi Prasejarah di Situs Liang Bua, Kabupaten Manggarai, Flores Barat, Nusa Tenggara Timur – Joint Research antara Pusat Penelitian Arkeologi Nasional dengan National Museum of Natural History, Smithsonian Institution, Washington DC, USA, 2011, 2012, 2013, 2014.
  4. Dan lainnya

VIII. Publikasi

Argue, D., M.J. Morwood, T. Sutikna, Jatmiko, E.W. Saptomo. 2009. Homo floresiensis: a cladistic analysis. Journal of Human Evolution 57 (2009) 623–639..

Brown, P., Thomas Sutikna, M.J. Morwood, R.P. Soejono, Jatmiko, E. Wayhu Saptomo, Rokus Awe Due. 2004. A new small bodied hominin from the Late Pleistocene of Flores, Indonesia. Nature 431: 1055-1061.

Moore, M.W., T. Sutikna, Jatmiko, M.J. Morwood, A. Brumm. 2009. Continuities in stone flaking technology at Liang Bua, Flores, Indonesia. Journal of Human Evolution 57 (2009) 503–526.

Morwood, M.J., Thomas Sutikna and R.G. Roberts. 2005. “The people time forgot”. National Geographic, April 2005, pp 2-15.

Morwood, M.J., Thomas Sutikna and R.G. Roberts. 2005. “Orang kedil dari dunia yang hilang”. National Geographic (Indonesia), April 2005, pp 30-43.

Susan Hayes, Thomas Sutikna and M. J. Morwood. 2013. Faces of Homo floresiensis (LB1). Journal of Archaeological Science, 40 (12), 4400-4410.

Susan G. Larson, William L. Jungers, Michael J. Morwood, Thomas Sutikna, Jatmiko, E. Wahyu Saptomo, Rokus Awe Due, Tony Djubiantono. 2007. Homo floresiensis and the evolution of the hominin shoulder. Journal of Human Evolution xx (2007) 1-14.

Van Den Bergh,_ G.D., Rokhus Due Awe, M.J. Morwood, T. Sutikna, Jatmiko, E. Wahyu Saptomo. 2007. The youngest stegodon remains in Southeast Asia from the Late Pleistocene archaeological site Liang Bua, Flores, Indonesia. Quaternary International (2007).

Westaway, K.E., T. Sutikna, W.E. Saptomo, Jatmiko, M.J. Morwood, R.G. Roberts, D.R. Hobbs. 2009. Reconstructing the geomorphic history of Liang Bua, Flores, Indonesia: a stratigraphic interpretation of the occupational environment. Journal of Human Evolution 57 (2009) 465–483

Yousuke Kaifu, Hisao Baba, Thomas Sutikna, Michael J. Morwood, Daisuke Kubo, E. Wahyu Saptomo, Jatmiko, Rokhus Due Awe, Tony Djubiantono. 2011. Craniofacial morphology of Homo floresiensis: Description, taxonomic affinities, and evolutionary implication. Journal of Human Evolution 61: 644-682.

Post Author: alumni

Administrator halaman IKA UNS

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *